Selasa, 30 Juli 2013

SYUKURILAH BERAPAPUN REJEKIMU

UANG CEBANAN YANG
BERARTI - Sore itu sebut saja
namanya Budiman, ia menemani istri
dan seorang putrinya berbelanja
kebutuhan rumah tangga bulanan di
sebuah toko swalayan. Usai mereka
membayar semua barang belanjaan.
Tangan-tangan mereka sarat dengan
tas plastik belanjaan. Baru saja
mereka keluar dari toko swalayan,
istri Budiman dihampiri seorang
wanita pengemis yang saat itu
bersama seorang putri kecilnya.
Wanita pengemis itu berkata kepada
istri Budiman, “Beri kami sedekah, Bu!”
Istri Budiman kemudian membuka
dompetnya lalu ia menyodorkan
selembar uang kertas berjumlah 1000
rupiah.
Wanita pengemis itu lalu menerimanya.
Tatkala ia tahu jumlahnya dan
ternyata itu tidak mencukup
kebutuhannya, ia kemudian
menguncupkan jari-jarinya dan ia
arahkan kearah mulutnya, kemudian ia
memegang kepala anaknya dan sekali
lagi ia mengarahkan jari-jari yang
terkuncup itu ke arah mulutnya.
Seolah ia berkata dengan bahasa
isyarat, “Aku dan anakku ini sudah
berhari-hari tidak makan, tolong beri
kami tambahan sedekah untuk bisa
membeli makanan.”
Mendapati isyarat pengemis wanita
itu, istri Budiman pun membalas
isyarat dengan gerak tangannya
seolah berkata, “Tidak… tidak, aku
tidak akan menambahkan sedekah
untukmu!”
Ironisnya meski ia tidak menambahkan
sedekahnya malah istri dan putrinya
Budiman menuju ke sebuah gerobak
gorengan untuk membeli cemilan. Pada
kesempatan yang sama Budiman
berjalan ke arah ATM center guna
mengecek saldo rekeningnya. Saat itu
memang adalah tanggal dimana ia
menerima gajian dari perusahaannya,
karenanya Budiman ingin mengecek
saldo rekeningnya.
Ia sudah berada di depan ATM. Ia
masukkan kartu ke dalam mesin
tersebut. Ia tekan langsung tombol
INFORMASI SALDO. Sesaat
kemudian muncullah beberapa digit
angka yang membuat Budiman
menyunggingkan senyum kecil dari
mulutnya. Ya, uang gajiannya sudah
masuk ke dalam rekening.
Budiman menarik sejumlah uang dalam
bilangan jutaan rupiah dari ATM.
Pecahan ratusan ribu berwarna
merah kini sudah menyesaki
dompetnya. Lalu ada satu lembar uang
berwarna merah juga, namun kali ini
bernilai 10 ribu yang ia tarik dari
dompet. Kemudian uang itu ia lipat
menjadi kecil dan ia berniat untuk
berbagi dengan wanita pengemis yang
tadi meminta tambahan sedekah.
Budiman memberikan uang itu. Lalu
saat sang wanita melihat nilai uang
yang ia terima betapa girangnya dia.
Ia berucap syukur kepada Allah dan
berterima kasih kepada Budiman
dengan kalimat-kalimat penuh
kesungguhan:
“Alhamdulillah… Alhamdulillah…
Alhamdulillah… Terima kasih tuan!
Semoga Allah memberikan rezeki
berlipat untuk tuan dan keluarga.
Semoga Allah memberi kebahagiaan
lahir dan batin untuk tuan dan
keluarga. Diberikan karunia keluarga
sakinah, mawaddah wa rahmah. Rumah
tangga harmonis dan anak-anak yang
shaleh dan shalehah. Semoga tuan dan
keluarga juga diberi kedudukan yang
terhormat kelak nanti di surga…!”
Budiman tidak menyangka ia akan
mendengar respon yang begitu
mengharukan. Budiman mengira bahwa
pengemis tadi hanya akan berucap
terima kasih saja. Namun, apa yang
diucapkan oleh wanita pengemis tadi
sungguh membuat Budiman terpukau
dan membisu. Apalagi tatkala sekali
lagi ia dengar wanita itu berkata
kepada putri kecilnya, “Dik,
Alhamdulillah akhirnya kita bisa makan
juga….!”
Deggg…!!! Hati Budiman tergedor
dengan begitu kencang. Rupanya
wanita tadi sungguh berharap
tambahan sedekah agar ia dan
putrinya bisa makan. Sejurus
kemudian mata Budiman membuntuti
kepergian mereka berdua yang berlari
menyeberang jalan, lalu masuk ke
sebuah warung tegal untuk makan di
sana.
Budiman masih terdiam dan terpana di
tempat itu. Hingga istri dan putrinya
kembali lagi dan keduanya menyapa
Budiman. Mata Budiman kini mulai
berkaca-kaca dan istrinya pun
mengetahui itu. “Ada apa Pak?”
Istrinya bertanya.
Dengan suara yang agak berat dan
terbata Budiman menjelaskan:
“Aku baru saja menambahkan sedekah
kepada wanita tadi sebanyak 10 ribu
rupiah!”
Awalnya istri Budiman hampir tidak
setuju tatkala Budiman menyatakan
bahwa ia memberi tambahan sedekah
kepada wanita pengemis, namun
Budiman melanjutkan kalimatnya:
“Bu…, aku memberi sedekah
kepadanya sebanyak itu. Saat
menerimanya, ia berucap hamdalah
berkali-kali seraya bersyukur kepada
Allah. Tidak itu saja, ia mendoakan
aku, mendoakan dirimu, anak-anak dan
keluarga kita. Panjaaaang sekali ia
berdoa!
Dia hanya menerima karunia dari Allah
Swt sebesar 10 ribu saja sudah
sedemikian hebatnya bersyukur.
Padahal aku sebelumnya melihat di
ATM saat aku mengecek saldo dan
ternyata di sana ada jumlah yang
mungkin ratusan bahkan ribuan kali
lipat dari 10 ribu rupiah. Saat melihat
saldo itu, aku hanya mengangguk-
angg uk dan tersenyum. Aku terlupa
bersyukur, dan aku lupa berucap
hamdalah.
Bu…, aku malu kepada Allah! Dia
terima hanya 10 ribu begitu
bersyukurnya dia kepada Allah dan
berterimakasih kepadaku. Kalau
memang demikian, siapakah yang
pantas masuk ke dalam surga Allah,
apakah dia yang menerima 10 ribu
dengan syukur yang luar biasa,
ataukah aku yang menerima jumlah
lebih banyak dari itu namun sedikitpun
aku tak berucap hamdalah.”
Budiman mengakhiri kalimatnya dengan
suara yang terbata-bata dan
beberapa bulir air mata yang menetes.
Istrinya pun menjadi lemas setelah
menyadari betapa selama ini kurang
bersyukur sebagai hamba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon dukungan komentarnya ya