Minggu, 12 Mei 2013

Menjaga keharmonisan rumah tangga

MAAFKANLAH AKU
WAHAI ISTRIKU - Permintaan
maaf adalah kata yang selayaknya
sering diucapkan untuk
melanggengkan hubungan suami
isteri, sehingga bahtera rumah
tangga berhasil mencapai tujuan.
"Duhai sayang, maafkan saya"...
"Aku tiada bermaksud demikian"...
"Aku telah salah dalam memberikan
hakmu" ... adalah ungkapan-ungkap
an yang sering kita gunakan tetapi
memiliki satu makna, yaitu meminta
maaf yang merupakan terminal
yang pasti akan kita lalui dalam
melanggengkan kehidupan suami
istri dari keruntuhan dan
kehancuran. Sesungguhnya suami
isteri secara bersama, masing-
masing memiliki saham dalam
keberhasilan dan kebaha-giaan
keluarganya, lalu kenapa salah
seorang di antara mereka berdua
memunculkan kalimat "kebencian"
pada saat muncul masalah!!! Andai
salah seorang dari mereka berdua
berbuat salah, lalu ia meminta maaf
kepada pasangannya, apakah hal ini
akan menghinakan dirinya? Jika
seperti itu sikap suami isteri,
tentulah kehi-dupan mereka akan
mengalami satu dari dua hal:
mungkin akan langgeng rumah
tangganya tetapi kurang harmonis
dan banyak perselisihan, dan
mungkin juga akan berujung kepada
hancurnya kehidupan suami isteri,
cerai.
Kehidupan suami isteri itu ibarat
sebuah kapal yang sedang
berlayar, padanya ada nahkoda dan
awak kapal. Semua yang ada di
dalam kapal itu bahu-membahu
berusaha menyelamat kan kapal
yang mereka tumpangi pada saat
saat kapal ditimpa badai agar semu
anya selamat dan sampai ke "pulau
idaman".
Demikian juga halnya suami, Allah
menjadikannya sebagai pemimpin
bahtera rumah tangga, pelindung,
dan pengayom bagi keluarga,
bertanggung jawab atas kehidupan
mereka. Kepe-mimpinan yang
diembannya itu adalah tugas,bukan
intimidasi atas kesewe-nang-wen
angan. Maka suami yang baik
adalah orang yang memahami
kebutuhan dan perasaan isterinya,
dan menjadikan tampuk
kepemimpinannya penuh dengan
kasih sayang, kesejukan dan
kedewasaan, tidak mudah emosi,
namun tetap tegas pada saat
harus bersikap tegas !!!
Akan tetapi, sebagian suami yang
meremehkan tugas ini memahami,
bahwa meminta maaf kepada istri
akan menghinakan dirinya sebagai
laki-laki, bahkan ia berpendirian
bahwa kemu-liaannya tidak
membolehkan dirinya untuk
mengucapkan kalimat "Istriku,
maafkan aku, aku salah" kepada
isteri-nya, bagaimanapun
keadaannya. !!!
Maka, keegoannya terus ia
pertahankan dan istri selalu
diposisikan “bersalah”, ia tidak
pernah meminta maaf kepadanya,
yang kemudian menyeretnya
kepada kehancuran rumah tangga
dan kalimat "cerai" pun tak
terhindarkan, padahal sangat
mungkin rumah tangga itu bisa
dilang-gengkan dengan ucapan
"maafkan suamimu, sayang".
Ketika “Rasa Gengsi” Ikut Campur
Seorang istri pernah menceritakan
tentang pengalamannya:
Dahulu, kehidupanku bersama
suamiku demikian bahagia. Akan
tetapi itu semua berubah ketika
terjadi beberapa percekcokan
tentang urusan rumah. Waktu itu
aku tinggal bersama di rumah
mertuaku, maka aku memutuskan
untuk pindah dan keluar dari rumah
mertuaku, walaupun sendirian.
Suamiku menolak rencanaku dan
menjelaskan, bahwa ia suatu hari
nanti akan bisa memiliki rumah
sendiri. Dan terkadang suamiku
memberi alasan tidak bisa
meninggalkan ibunya, dan lain-lain,
sampai suatu hari, terjadilah
perselisihan antara aku dengan
suamiku. Aku memutuskan untuk
pergi meninggalkan rumah mertuaku
dan kembali ke rumah orang tuaku,
dan aku katakan, jangan menjenguk
atau menjemputku sebelum engkau
memiliki rumah sendiri. Maka, aku
dan suamiku pun sama-sama
bersikukuh dengan pendirian
masing-masing.
Dan sungguh aku pun akhirnya
menyesali perbuatanku. Akan
tetapi aku ingin mengetahui sejauh
mana kedudukanku di sisi suamiku.
Ternyata, suamiku bersikukuh tidak
mau memaafkanku dan tidak
berusaha meredakan suasana. Ia
mengatakan, "Bertobatlah kepada
Allah, dan kembalilah ke rumah ini,
jika kamu tidak mau tobat, maka
cukup bagiku untuk menceraikanmu.
Demikianlah kepribadian kebanyakan
suami, dan sangat sedikit yang
bersikap dewasa. Bahkan di antara
mereka ada yang sampai tidak mau
mengasihi dan menyayangi
isterinya, walaupun hanya dengan
satu kata yang dicintai isterinya
apalagi sampai mau memaafkan
isterinya tersebut.
Seorang istri lagi menuturkan:
"Para suami kita, sangat
disayangkan sekali, mereka sangat
mudah meng-ungkapkan kata-
katanya kepada kita, kecuali
"ungkapan maaf", bagaimana pun
keadaannya. Suamiku sangat
temperamental, tabiatnya keras
dalam mempergauliku. Ia selalu
mengucapkan ungkapan-ungkapan
kasar kepadaku, bahkan ia pun
pernah memukulku. Dan aku tetap
bersabar sekalipun aku dalam posisi
yang benar. Tetapi suamiku tidak
mau mengubah pendiriannya sampai
akhirnya aku yang meminta maaf
kepadanya, baik yang salah adalah
aku ataupun sebaliknya. Dengan
berlalunya waktu sekian tahun,
sikap suamiku kepadaku bertambah
jelek, hingga memupus kesabaranku.
Setelah terjadi perselisihan antara
aku dan suamiku, aku memutuskan
untuk pulang ke rumah orang tuaku.
Aku menunggu, semoga suamiku
mau datang dan meminta maaf
atas perilakunya selama ini atau
barangkali ia mau menelponku. Akan
tetapi ia tidak melakukan itu
semua, sampai aku mendengar
tentang dirinya, ia merasa selama
ini bersalah, kini menyesal atas
perbuatannya yang telah
menzhalimi aku. Akan tetapi, ia
tidak mau meminta maaf kepadaku,
karena keegoisan dan
kegengsiannya serta merasa
menjadi hina dengan hal itu. Hingga
terjadilah cerai atas permintaanku.
Adapun kisah Abu Khalid, ia
mengatakan, "Habis sudah
kehidupan ku bersama isteriku,
padahal aku men-cintainya, akan
tetapi dengan sebab
ketidakharmonisan, dan aku enggan
meminta maaf kepadanya, hingga
akhirnya aku menerlantarkan anak-
anakku hidup tanpa ibu.
Masalahnya adalah, bahwa isteriku
adalah karyawati. Maka, aku
katakan padanya berkali-kali untuk
meninggal kan pekerjaannya dan
berkonsentrasi mengurus anak-
anak. Akan tetapi isteriku menolak
membicarakan masalah itu. Dan
ketika aku larang dia berangkat ke
kantor, terjadilah per-selisihan
antara aku dengan dia. Dan aku
terpeleset salah dalam berkata,
aku mengatainya agak lama, maka
ia pun pergi pulang ke rumah orang
tuanya. Maka, ia pun mengingatkan
agar aku meminta maaf dan
mengetahui kesala-hanku ketika
mengatai dirinya. Akan tetapi aku
menjadi sombong dan aku pun
menceraikannya hanya untuk
mempertahankan harga diriku
sebagai laki-laki. Kini aku benar-
benar menye-sal dengan penuh
penyesalan.
Maka, sudah semestinya seorang
suami atau isteri merasa, bahwa
ketika perilakunya menimbulkan
kemarahan atau melukai perasaan
pasangannya, ungkapan "maaf" lah
yang bisa menghilangkan
"ketersinggungan hati dan
mencairkan ketegangan". Meminta
maaf pada saat yang tepat juga
bisa menghilangkan banyak hal
yang bisa merusak hubungan suami
isteri, andai tidak segera dieliminir.
Meminta Maaf Adalah Sifat Jantan
Dr. Muhammad Musthafa, Guru
Besar psikologi dan sosiologi Univ.
Malik Su'ud, mengatakan bahwa
meminta maaf adalah merupakan
wujud sifat jantan dari seorang
suami atau siapapun yang berbuat
salah. Meminta maaf bukan sifat
yang dimiliki oleh orang yang lemah,
sebagaimana persangkaan
sebagian orang, di mana mereka
mengatakan:
Semua orang pernah berbuat salah,
namun sedikit orang yang jantan
meminta maaf dari kesalahannya
kepada orang lain. Apalagi jika yang
dimintai maaf itu adalah isterinya.
Sebab, setiap suami berbeda-beda
cara dan tabiatnya. Sebagian
meminta maaf dengan cara tidak
langsung akan tetapi mencapai
tujuan dan sebagian meng-hindar
dari masalah yang ia alami karena
demi masa depan dan kejiwaan
anak-anaknya yang akan hancur
bila mereka berpisah. Ada
sebahagian suami yang berlebih-
lebihan, ia menolak meminta maaf
karena gengsi dan egois, padahal
para pakar psikososial menyatakan
bahwa meminta maaf bukanlah hal
yang jelek. Maka, meminta maaf
adalah sesuatu yang mesti
dilakukan, dan bagi orang yang
bersalah lebih ditekankan lagi.
Apabila seseorang berbuat salah,
maka tidak ada yang layak baginya
selain meminta maaf.
Orang yang bersikukuh menolak
meminta maaf kepada pasangannya
dengan alasan akan mengurangi
kehormatannya, maka orang yang
demikian terkena penyakit jiwa.
Sebab, diantara sifat kemuliaan
adalah meminta maaf ketika
berbuat salah kepada orang lain.
Ada Apa Dengan Sifat Laki-Laki
Sifat kejantanan mengarahkan
seseorang untuk meminta maaf jika
berbuat salah kepada isterinya
atau kepada orang lain. Sebab
jantan berarti jujur dan luhurnya
budi pekerti. Di saat seorang suami
meminta maaf, maka ia tidak jatuh
di mata isterinya atau akan jatuh
harga dirinya sebagaimana
gambaran sebagian suami. Bahkan
itu akan mengangkat kedudukannya
di mata isterinya; sebab itu akan
menjadi pelajaran dalam amanah dan
keluhuran budi dan kehormatan itu
sendiri. Maka, meminta maaf bukan
merupakan kelemahan, bahkan
kelemahan itu sendiri adalah
seseorang menyembunyikan
kesalahannya dan berlindung dibalik
kesombongan dan bersikukuh
dengannya.
Dan banyak problem suami isteri
diawali dengan adanya
kesombongan sang suami dan
enggan untuk meminta maaf
kepada isterinya ketika ia mema-
rahi sang isteri. Maka, sudah
semesti-nya para suami ingat,
bahwa dengan ia meminta maaf
atas kesalahn kpada istri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon dukungan komentarnya ya